Sabtu minggu lalu, 13 April 2019 akhirnya berkesempatan untuk kopdar (kopi darat) lagi dengan teman-teman dari Komunitas Lensa Nuswantara region Jakarta.
Setelah sebelumnya absen ketika sharing tentang lightpainting. Hiks, rugi banget nggak dapat ilmu dari om Eko Nugroho tentang lightpainting.
Alhamdulillah kali ini bisa gabung lagi. Dan kali ini sharing dan praktek moto mainan. Atau lebih dikenal dengan Toys Photography.
Terima kasih untuk om Leith Fernando yang sudah berkenan mengenalkan dan berbagi ilmu tentang toys photography. Dan tentu saja meminjamkan koleksi mini figure Preiser yang kecil-kecil (1:87).
Kenapa merek Preiser? Setelah dilihat lebih dekat, detail mainannya lebih bagus, bila dibanding dengan toko sebelah… eh merek lain.
Baca juga: Jangan Berhenti Berdoa
Apa Itu Toys Photography?
Toys photography sendiri adalah sebuah seni dalam photography yang menjadikan mainan sebagai objek utama. Seninya di mana?
Salah satu seninya adalah ketika menempatkan dan mengatur mainan sedemikian rupa dan menjadi sebuah cerita. Gampangnya sih membuat mainan seolah-olah “hidup” dan dapat bercerita di dalam sebuah foto.
Apa mainannya harus yang kecil-kecil?
Ya gak juga sih, bisa mainan apa saja. Kalau lihat di medsos, terutama instagram, banyak juga foto diecast, lego, action figure, dan lain-lain. Selama hasil fotonya terlihat “cantik” secara visual dan mampu bercerita.
Menguji Kreatifitas
Menyusun sebuah mainan agar dapat “hidup” dan mampu bercerita ternyata membutuhkan kreatifitas tersendiri. Tujuannya adalah agar si mainan menjadi penuh karakter. Dan itu tidaklah mudah, terutama buat saya.
Ketika mainannya sudah tersusun rapi, sang fotografernya juga harus “pintar” dalam mengambil angle (sudut pengambilan) terbaik untuk fotonya. Atau bermain dengan cahaya agar mainannya terlihat cantik.
Dan teman-teman dari Lensa Nuswantara ini seperti gak kehabisan ide. Makin malam malah makin menjadi proses kreatifitasnya.
Buat saya yang baru pertama kali, sedikit agak sulit untuk mengambil gambar mainan sekecil ini (skala 1:87). Biasanya cuma motret diecastnya Azka yang lebih besar, dan itu juga gak bercerita banyak.
Juga bukan karena hanya bermodal kamera point and shoot dan smartphone.
Lebih karena mata minus yang masih kurang fokus dengan kacamata baru. 😀
Look and think before opening the shutter. The heart and mind are the true lens of the camera.
Yousuf Karsh
Ketika di foto sih sepertinya sudah fokus, namun ketika di lihat di laptop ternyata hasilnyalebih banyak yang blurnya.
Yang nggak kalah seru sebenarnya melihat pose dari teman-teman ketika mengambil foto dari objek utamanya. 😀 Totalitas banget.
Dan om Nando juga mengenalkan cara editing Tilt Shifting. nanti dicoba-coba. Duh, jadi makin gak beraturan deh feed instagram. 😀