
Jakarta, Jum’at, 04 April 2025
Bahkan sebelum bias jingga berani menyentuh lembut langit Pangkalan Jati, ketika embun masih enggan beranjak dari dedaunan, langkah kaki ini sudah menuntun diri menuju Klinik Pratama Sahabat Keluarga. Di saat kehangatan selimut dan bisik kasih keluarga masih menjadi melodi di banyak rumah, di sini, saya kembali merajut sebuah “silaturahmi” yang berbeda. Bukan tawa renyah anak-anak, bukan pula obrolan hangat di meja makan, melainkan pertemuan rutin dengan jarum yang tak asing, selang yang setia, dan suara mendesis mesin dialisis yang menemani.
Ini adalah kali ke-204. Angka yang mungkin bagi sebagian orang hanyalah deretan biasa, namun bagi saya, ia adalah penanda. Penanda bahwa hidup ini memang sebuah untaian perjalanan yang tak pernah berhenti bergerak. Setiap langkah, sekecil apapun, adalah bagian penting dari keseluruhan cerita. Bahkan langkah kaki yang terasa berat menuju klinik pagi ini, adalah sebentuk kesungguhan untuk terus menjadi bagian dari alur kehidupan.
Di ruangan ini, di bawah tatapan lampu yang temaram, tubuh kembali dipasrahkan pada sentuhan dingin teknologi. Lima jam berlalu, terasa seperti perjalanan waktu yang memiliki ritmenya sendiri. Cukup waktu bagi mesin itu untuk menyaring bukan hanya cairan yang berlebih dalam tubuh, tetapi juga segala resah yang sempat singgah di benak. Kekhawatiran tentang hari esok, tentang mimpi-mimpi yang terasa jauh, tentang rasa lelah yang sesekali menyeruak. Semuanya ikut mengalir bersama cairan itu, meninggalkan ruang hampa yang perlahan diisi oleh harapan.
Mungkin raga ini seringkali terasa penat, seperti tanah yang terus menerus dipijak. Namun, percayalah, di sudut hati yang paling dalam, di sana mimpi-mimpi itu tak pernah benar-benar padam. Mereka hanya bersembunyi sejenak, menunggu bara semangat kembali dihembuskan. Karena saya tahu, di ujung sana, masih terbentang begitu banyak “esok” yang harus diperjuangkan. Esok yang menyimpan janji-janji kecil, kebahagiaan sederhana, dan kesempatan untuk kembali merasakan hangatnya mentari pagi tanpa terbebani.
Setiap tetes darah yang mengalir melalui selang-selang itu adalah pengingat. Pengingat bahwa menyerah bukanlah pilihan. Bahwa di balik rasa sakit dan keterbatasan, selalu ada kekuatan yang tersembunyi. Kekuatan untuk terus melangkah, untuk terus berharap, dan untuk terus menjalin “silaturahmi” dengan kehidupan, apapun wujudnya.
Keluar dari klinik, langit Pangkalan Jati mungkin sudah mulai diwarnai bias jingga yang saya lewatkan saat kedatangan. Namun, di dalam diri, ada semangat baru yang terasa lebih terang dari warna senja sekalipun. Karena hari ini, tubuh telah kembali menemukan kedamaiannya bersama mesin. Dan esok? Esok adalah lembaran baru yang siap untuk diisi, dengan tinta semangat yang tak pernah surut. Selalu ada harapan, selalu ada “esok” untuk diperjuangkan.
Bukankah begitu, Sahabat?