Tuuuuuut….
Suara khas pedagang kue putu bambu yang hampir tiap hari lewat di depan rumah kami.
Semasa saya kecil penjual jajanan tradisional ini banyak berkeliling di tempat tinggal saya di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan.
Namun sekarang sudah mulai jarang penjual kue putu bambu yang berkeliling kampung.
Di tempat tinggal kami saat ini cuma ada satu penjual kue tradisional Indonesia ini yang sering lewat di depan rumah kami . Mungkin sudah tergeser dengan jajanan fast food lainnya.
Kue putu bambu adalah bagian dari kekayaan kuliner Indonesia. Keberadaannya tak hanya memanjakan lidah, tapi juga membawa nilai budaya dan tradisi. Di tengah gempuran modernitas, penting untuk melestarikan jajanan tradisional ini.
Pedagang kue putu ini biasanya lewat di depan rumah kami pada sore hari. Suara tuut yang menjadi ciri khas penjual kue ini keluar dari pipa uap yang ada di tempat mengukus kuenya.
Sesekali saya membelinya untuk melepas kangen pada rasanya yang gurih, legit dan manis.
Awalnya Azka tidak terlalu suka dengan kue ini. Namun ketika saya minta untuk mencoba ternyata ia ketagihan dengan rasa manis dan gurihnya.
Dan sekarang bila Azka ingin kue ini, ia akan langsung berteriak memanggil abang penjualnya ketika lewat di depan rumah.
“Baaaaaaaaang.”
Akhirnya jadi langganan jajanan sorenya Azka.
Bila kita membeli kue ini, abang penjualnya akan membuatkan sesuai dengan pesanan. Jadi kuenya akan selalu hangat, fresh from the oven.
Harganya juga murah, hanya Rp. 2.000 untuk 3 buah kue putu. Dan ada juga yang menjual dengan harga Rp. 1.000 per buahnya.
Baca Juga : Ngidam Kue Rangi
Cara Membuat Kue Putu Bambu
Abang penjual kue ini sudah membawa adonan berwarna hijau yang ditempatkan di laci pikulannya. Adonan yang terbuat dari tepung beras dan daun pandannya saja sudah wangi, tak lupa diberi pewarna makanan hijau. Dan ia juga sudah menyiapkan gula merah yang sudah disisir halus untuk isian dan parutan kelapa
Tak ketinggalan parutan kelapa untuk taburan kue putunya. Dan tentu saja cetakan bambunya.
Abang penjual yang lewat di depan rumah masih menggunakan bambu asli sebagai cetakan kue putunya. Namun ada beberapa pedagang yang menggunakan pipa paralon sebagai cetakan kue putu.
Jadinya kue putu paralon dong?
Aman nggak yah?
Pertama kali abang penjualnya akan memasukkan setengah adonan ke dalam cetakan bambu. Lalu ditambahkan gula merah/gula jawa.
Setelahnya ditambahkan lagi adonan ke dalam cetakan bambu tersebut. Kue yang sudah ada di dalam cetakan bambu tersebut lalu dikukus di atas mesin uapnya (bingung namanya apa yah, kukusan aja deh).
Sekali mengukus bisa sampai 3 cetakan bambu yang diletakkan pada tempat keluarnya uap air.
Nah ketika memasak ternyata bunyi tuuut itu menghilang. Karena alat yang mengeluarkan bunyi tersebut dilepas dari mesin uap eh kukusannya.
Setelah dikukus bolak balik, kue yang sudah matang lalu dikeluarkan dari cetakan bambu dengan cara disodok/ditusuk. Si abang penjual akan terus membuat kue sesuai dengan pesanan kita.
Setelah pesanan selesai dibuat seluruhnya, kue yang sudah jadi lalu ditaburi kelapa parut yang membuat rasa gurih pada setiap gigitan kue putunya.
Kue putu bambu yang penuh kenangan dan nostalgia masa kecil saya ini paling enak disantap ketika masih hangat, rasanya legit, gurih dan ada manis-manisnya. 😀