
Mentari pagi belum sepenuhnya menghangatkan Jakarta kala dering ponsel memecah keheningan. Di ujung sana, suara lembut Eyang Ti, ibunda tercinta, menyapa. “Bagaimana kabar cucuku yang suka bicara (talkative) itu?
Kapan main ke Cilandak, Nak?” tanyanya, kerinduan tersirat dalam setiap katanya.
“Insya Allah nanti agak siang kami ke sana, Yang,” jawabku, menyimpan tanya di benak. “Memangnya kenapa, Yang?”
Helaan napas lembut terdengar dari seberang. “Sepi,” jawab Eyang singkat. “Kalau ada Azka, rumah jadi ramai. Celotehnya itu lho, selalu bikin Eyang ketawa.”
Baca Juga : Saat Azka Belajar Bersedekah
Aku dan istriku bertukar senyum. Benar adanya, putra kecil kami yang baru menginjak usia dua setengah tahun itu memang dianugerahi lidah yang tak pernah berhenti menari. Setiap kata yang terucap dari bibir mungilnya bagai melodi riang yang menghiasi hari-hari kami.
Ia selalu haus perhatian, setiap kalimatnya menuntut telinga untuk mendengar, mata untuk menatap. Jika kami lalai, bibirnya akan mengerucut, tanda protes atas kasih sayang yang terasa kurang.
Meski bicaranya belum sepenuhnya lancar, beberapa huruf masih seringkali tertukar – huruf ‘B’ menjelma menjadi ‘D’ yang lucu. Ketika ditanya siapa ayahnya, dengan lantang ia menjawab, “Ayah Bambang!” Namun, saat memanggil ibunya, yang terdengar justru “Ndu.” Kekurangsempurnaan itu justru menambah kelucuan tingkahnya.
Kami tak pernah membungkam riuhnya dengan kata “diam.” Justru, kami lebih sering memancingnya bercerita. Pertanyaan demi pertanyaan kami lontarkan, menuntunnya menumpahkan segala isi benaknya. Mulai dari petualangan seru bersama mainan kesayangannya, hingga adegan-adegan lucu dalam film kartun favoritnya, bahkan sekadar remah-remah kisah kesehariannya pun tak luput dari bibir mungilnya.
Sebagai orang tua, kami berusaha keras menjadi pendengar setia bagi setiap celotehannya. Kami ingin ia merasa aman dan nyaman untuk menumpahkan segala cerita dan perasaannya. Kemampuannya berkomunikasi di usia belia ini adalah anugerah yang tak ternilai harganya.
Motor Ayah Mogok
Suatu sore, kuajak Azka bertualang ke toko buku di Pejaten Village dengan sepeda motor kesayanganku. Namun, di tengah perjalanan, petualangan itu terhenti. Motor kami terbatuk-batuk, lalu diam membisu – kehabisan bensin. Ah, kesalahan bodohku.
Hehehe, totally my mistake. 🙂
Sepulang dari sana, tanpa diminta, Azka langsung menghambur ke pelukan Eyang Uti, orang pertama yang dilihatnya. Dengan gaya bicaranya yang khas, penuh semangat dan intonasi naik turun, ia bercerita,
“Eyang, motor Ayah mogok! Bensinnya habis. Ayah dorong-dorong motornya!”
Tak lupa, cerita itu juga ia bagikan kepada ibunya dan siapapun yang ditemuinya hari itu. Begitulah Azka, antusiasmenya dalam berbagi pengalaman sungguh menggemaskan.
Rumah memang selalu riuh rendah dengan celotehnya. Namun, ada kalanya kami merasa kewalahan. Jelang malam, saat mata kami sudah sayu karena lelah beraktivitas, Azka masih penuh energi, mengajak bercanda dan mengobrol tanpa henti.
Kekhawatiran mulai menyelimuti benak kami. Bagaimana nanti di sekolah? Tidak semua orang akan menyukai anak yang terlalu banyak bicara, entah itu bercerita atau bertanya. Aku teringat masa sekolahku dulu, teman yang terlalu aktif bertanya seringkali membuat guru maupun murid lain merasa jengah. Waktu belajar terasa lebih lama.
Bagaimana jika Azka nanti sering mengobrol di kelas?
Kami mencoba berbagai cara, salah satunya permainan “DIAM.” Peraturannya sederhana, siapa yang paling lama tidak mengeluarkan suara, dialah pemenangnya. Azka selalu antusias, tapi sayangnya, ia pula yang selalu kalah. Hihihi…
Azka oh Azka… celotehmu memang membawa keceriaan di setiap sudut rumah. Bersamamu, kami belajar dan bertumbuh setiap hari. Tingkah polahmu yang penuh semangat dan optimisme selalu mengingatkan kami untuk menjalani hidup dengan lebih ringan. Kami bersyukur atas kehadiranmu dalam keluarga kecil kami, dan kami berjanji akan selalu menjadi orang tua yang terbaik untukmu.
Terimakasih Ya Allah, atas anugrah yang telah Engkau berikan kepada keluarga kami..
Semoga tulisan ini bermanfaat dan menginspirasi.