Secercah Merah di Balik Kelabu: Tentang Transfusi Darah dan Harapan

Secercah Merah di Balik Kelabu: Tentang Transfusi Darah dan Harapan 2

“HB Bapak rendah, jadi Bapak harus transfusi darah.”

Suara dokter penyakit dalam di RS Zahirah itu seperti petir di siang bolong. Niat awal cuma kontrol rutin di bulan Maret ini, eh, malah jadi episode baru di rumah sakit. Seperti mendaki gunung, kita pikir sudah sampai puncak, ternyata masih ada tanjakan berikutnya.

Secercah Merah di Balik Kelabu: Tentang Transfusi Darah dan Harapan 3

Rawat Inap Yang Tak Terduga di RS Zahirah

Aku pun harus menginap. Bukan untuk liburan, tentu saja. Tapi, untuk menjalani transfusi darah.

Berbekal perintah dokter, kulangkahkan kaki dengan berat menuju meja pendaftaran, mencari kamar rawat inap.

‘Kok dirawat?’ tanya hatiku, seperti ada nada sumbang di tengah lagu yang sedang asyik didengar. Ternyata, transfusi darah itu bukan perkara singkat. Seperti perjalanan jauh, butuh waktu untuk sampai tujuan.

Baca Juga : Layanan Bekam Rumah BRC: Pengalaman, Tarif, dan Cara Daftar Online

Dokter menjelaskan, lama prosesnya tergantung kenaikan kadar HB. Semakin sedikit kenaikannya per kantong darah, semakin banyak kantong darah yang dibutuhkan. Seperti mengisi ulang baterai yang hampir mati, butuh waktu untuk membuatnya penuh kembali.

Tak lupa, aku pun mengabari istriku. Kabar ini seperti badai kecil yang datang tiba-tiba. Kami sepakat untuk tidak memberitahu keluarga lainnya dulu. Bukan karena apa, tapi untuk menghindari kecemasan yang berlebih. Apalagi, dunia sedang dilanda pandemi. Seperti berjalan di tengah kabut tebal, kita harus ekstra hati-hati.

Kamar Rawat Inap Kelas 3

Setelah antri di meja pendaftaran, aku menarik napas dalam-dalam. Kelas 1, sesuai BPJS Kesehatanku, penuh. Kelas 2 pun sama. Seperti tiket konser yang ludes terjual, kamar-kamar itu lenyap. Yang tersisa hanya kelas 3.

Mungkin, kamar-kamar itu penuh sesak oleh teman-teman yang sedang berjuang melawan Covid-19. Entahlah, pikiranku melayang-layang, seperti daun yang terbawa angin.

Tapi, aku berpikir, ‘Ah, hanya dua atau tiga hari saja.’ Seperti petualangan singkat, tak apa lah kelas 3. Akhirnya, aku pun mengiyakan, seperti menerima undangan untuk menjelajahi tempat baru.

Di ruang perawatan kelas 3 RS Zahirah, ada delapan tempat tidur. Seperti panggung kecil, masing-masing dengan ceritanya sendiri. Saat itu, panggungnya sedang sepi, lebih banyak kursi penonton yang kosong. Suasananya pun hening, khas rumah sakit.

Seperti melodi sendu di malam hari. Dan tentu saja, yang namanya rumah sakit ada sedikit rasa horor yang menyelinap, seperti bisikan misterius di tengah keheningan. Apalagi di malam hari. Tapi, di balik semua itu, ada harapan. Seperti lampu kecil yang menyala di tengah kegelapan, harapan itu tetap ada, menuntun kita melewati malam.

Lima Kantong Darah

Senja mulai merayap, namun transfusi darah belum dilakukan. Masih ada pemeriksaan yang harus dilakukan dan menunggu darah sesuai golongan darahku tersedia. Istriku pun datang membawakan baju ganti dan keperluan lainnya untuk selama rawat inap.

Dan karena pandemi Covid-19, tidak boleh ada yang menemani pasien selama rawat inap, semakin terasa sepi lah ruang rawat inap malam itu.

Pagi harinya, tiga kantong darah mengalir, bukan seperti sungai, tapi tetes demi tetes, lambat dan pasti. Jarum jam seolah ikut merasakan beban, berputar dengan enggan. Setiap tetes adalah cerita, kisah dari jiwa-jiwa baik yang rela berbagi.

Menunggu darah bercampur dan bereaksi, seperti menunggu senja bertemu malam, ada jeda yang tak terhindarkan. Bukan hanya soal waktu, tapi juga tentang kemungkinan-kemungkinan yang bersembunyi di balik setiap tetes. Gatal, demam, bahkan sesak napas, mereka adalah bisikan-bisikan tubuh yang tak boleh diabaikan.

Secercah Merah di Balik Kelabu: Tentang Transfusi Darah dan Harapan 4
Kantong Darah Pertama

Mungkin, ini cara semesta memberi ruang pada tubuh untuk beradaptasi, sebelum angka-angka kembali berbicara. Seperti menunggu hujan reda, ada ketidakpastian yang harus dihadapi. Setelah angka-angka itu muncul, dan tubuh tak menunjukkan perlawanan, barulah perjalanan selanjutnya dimulai.

Jenis KelaminKadar Haemoglobin
Pria dewasa:13,5 – 17,5 g/dL
Wanita dewasa:12,0 – 15,5 g/dL
Tabel Kadar Haemoglobin

Hasilnya?

Angka-angka itu masih menari di bawah garis yang ditentukan dokter. Seperti senja yang enggan beranjak, harapan pun meredup. Di hari ketiga, keputusan diambil: satu kantong darah lagi. Seperti malam yang setia menemani sepi, hasil pun dinanti hingga larut.

Hari keempat tiba, dan angka-angka itu masih bersembunyi di balik awan kelam. Satu kantong darah lagi ditambahkan. Fuiiih, lima kantong darah sudah mengalir dalam empat hari di RS Zahirah. Seperti perjalanan panjang yang penuh liku, tubuh ini pun berjuang.

Seperti menunggu senja, perlahan tapi pasti, darah baru mengalir menggantikan yang lama. Ada rasa cemas, ada rasa lelah, tapi juga ada secercah harapan. Mungkin, setelah ini, langkahku akan terasa lebih ringan. Atau mungkin, akan ada tanjakan lain yang menunggu. Entahlah, hidup memang penuh kejutan. Seperti lagu yang tak pernah kita tahu endingnya.

Alhamdulillah, setelah kantong kelima, angka-angka itu akhirnya menembus batas. Seperti fajar yang menyambut pagi, harapan pun kembali merekah. Di hari kelima, dokter mengizinkan pulang. Beban pun lepas, seperti burung yang bebas terbang.

Kenapa Harus Transfusi Darah

Mungkin, beberapa dari kita pernah mendengar tentang gagal ginjal kronis. Penyakit yang pelan-pelan merenggut fungsi organ penting dalam tubuhku. Seperti senja yang perlahan menghilang, meninggalkan gelap yang semakin pekat.

Kita tahu, ginjal itu seperti pabrik kecil di dalam tubuh. Salah satu produk andalannya adalah hormon bernama Eritropoietin (EPO). Hormon yang bertugas merangsang sumsum tulang untuk membangun pasukan sel darah merah, tentara kecil yang membawa oksigen ke seluruh tubuh.

Tapi, apa jadinya kalau pabrik itu rusak? Tentu saja, produksinya menurun. Seperti senja yang semakin kelam, produksi EPO pun berkurang. Akibatnya, pasukan sel darah merah pun menyusut, meninggalkan tubuhku dalam kondisi anemia. Seperti baterai yang dayanya hampir habis, aku pun merasa lelah, lemas, dan pucat.

Seperti lagu sendu di sore hari, gagal ginjal kronis dan anemia adalah dua sahabat yang tak terpisahkan. Mereka datang bersamaan, membawa cerita tentang perjuangan dan harapan. Tapi, di balik semua itu, selalu ada secercah cahaya. Seperti bintang yang bersinar di tengah malam, harapan itu tetap ada, meski kecil.

Apa Itu Transfusi Darah?

Secara sederhana, transfusi darah adalah prosedur medis di mana darah dari individu yang sehat (donor) dipindahkan ke dalam sistem peredaran darah pasien (resipien). Tujuan utama dari transfusi darah adalah untuk menggantikan komponen darah yang hilang atau tidak berfungsi dengan baik, seperti sel darah merah, trombosit, atau plasma.

Transfusi darah berperan penting dalam mengatasi anemia, suatu kondisi di mana tubuh kekurangan sel darah merah yang sehat. Dengan memasok sel darah merah dari donor, transfusi membantu meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah pasien, sehingga mengurangi gejala anemia seperti kelelahan dan kelemahan.

Selain anemia, transfusi darah juga memberikan harapan bagi pasien dengan kondisi medis lain, seperti gagal ginjal kronis. Pada pasien gagal ginjal, produksi hormon eritropoietin (EPO) yang merangsang produksi sel darah merah seringkali terganggu, menyebabkan anemia.

Transfusi darah dapat membantu mengatasi anemia ini, meningkatkan kualitas hidup pasien, dan mendukung perawatan gagal ginjal secara keseluruhan.

Efek Samping Transfusi Darah

Seperti prosedur medis lainnya, transfusi darah membawa potensi risiko efek samping. Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa risiko ini relatif kecil dan dapat diminimalkan dengan penanganan medis yang tepat. Beberapa efek samping yang mungkin terjadi meliputi:

  • Reaksi Alergi: Reaksi alergi dapat bervariasi dari ringan (seperti gatal-gatal atau ruam) hingga berat (seperti anafilaksis). Petugas medis akan memantau pasien secara ketat selama transfusi untuk mendeteksi tanda-tanda reaksi alergi.
  • Demam: Demam adalah efek samping yang umum terjadi setelah transfusi darah. Hal ini biasanya bersifat sementara dan dapat diobati dengan obat penurun demam.
  • Menggigil: Menggigil dapat terjadi bersamaan dengan demam. Ini adalah respons tubuh terhadap perubahan suhu atau reaksi terhadap darah yang ditransfusikan.
  • Infeksi: Meskipun darah yang ditransfusikan telah melalui proses skrining yang ketat, masih ada risiko kecil penularan infeksi. Petugas medis akan mengambil tindakan pencegahan untuk meminimalkan risiko ini.
  • Kelebihan cairan: Terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, dapat menyebabkan kelebihan cairan yang berbahaya.
  • Kelebihan Zat Besi: Transfusi darah berulang dapat menyebabkan kelebihan zat besi di dalam tubuh.

Petugas medis yang terlatih akan selalu mengambil langkah-langkah pencegahan untuk meminimalkan risiko efek samping. Ini termasuk:

  • Pemeriksaan golongan darah dan pencocokan silang yang cermat sebelum transfusi.
  • Penggunaan peralatan steril dan teknik aseptik selama prosedur.
  • Pemantauan ketat terhadap pasien selama dan setelah transfusi.
  • Penanganan cepat terhadap setiap efek samping yang muncul.

Penting untuk diingat bahwa manfaat transfusi darah seringkali jauh lebih besar daripada risikonya. Jika Anda memiliki kekhawatiran tentang risiko efek samping, jangan ragu untuk mendiskusikannya dengan dokter Anda.

Pesan untuk Kita Semua

Teman-teman, mari kita hargai kesehatan kita. Mari kita jaga ginjal kita dengan pola hidup sehat. Dan bagi mereka yang sedang berjuang melawan gagal ginjal kronis, jangan pernah menyerah. Secercah merah di balik kelabu selalu ada, memberikan harapan dan kekuatan.

Tinggalkan Balasan

*