
Hidup memang penuh pilihan, dan terkadang memilih itu seperti berperang dengan diri sendiri.
Minggu lalu, saya merasakannya. Di tengah kebutuhan yang mendesak akan pekerjaan, hati ini berbunga-bunga ketika proses wawancara kerja berjalan lancar hingga tahap akhir.
Serangkaian tes, wawancara dengan HRD, dan user sudah saya lalui. Rasanya seperti mimpi indah yang siap menjadi kenyataan.
Baca Juga : Belajar Kehidupan dari Pak Tua
Tibalah saat wawancara terakhir, yaitu dengan atasan dari user. Degup jantung saya semakin kencang. Alhamdulillah, setiap pertanyaan berhasil saya jawab dengan baik, meskipun pengalaman kerja di bidang distribusi dan logistik saya tidak seberapa.
Hingga akhirnya, pertanyaan terakhir itu datang. Pertanyaan yang sepertinya memang sengaja disimpan untuk menjadi penutup percakapan.
“Kami adalah perusahaan yang bergerak di bidang sales dan distribusi. Saat ini, kami baru saja mendapatkan produk baru yang menjadi principal kami. Produknya adalah bir. Bagaimana tanggapan Bapak?”
Ternyata, alasan pertanyaan itu diajukan adalah karena banyak karyawan yang mengundurkan diri ketika perusahaan tempatnya bekerja mulai menjual dan mendistribusikan bir. Beliau tidak ingin kejadian serupa terulang kembali.
Saya sedikit terkejut mendengar pertanyaan tersebut. Setahu saya, perusahaan itu sebelumnya hanya menjual dan mendistribusikan produk susu dan barang konsumsi lainnya.
Saya terdiam cukup lama. Pertarungan hati berkecamuk dalam diri saya. Di satu sisi, saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Di sisi lain, hati saya teringat akan larangan tentang khamr yang sering saya dengar.
Dari Ibnu Abbas, aku mendengar Rasulullah bercerita bahwa Jibril berkata kepadanya,
“Ya Muhammad, sesungguhnya Allah itu melaknat khamr, pemeras khamr, peminumnya, pembawanya, pemesan minuman khamr, penjual, pembeli, dan orang yang menuangkannya.”
(Hadis ini dibawakan oleh Al Haitsami dalam Majmauz Zawaid dan beliau mengatakan “Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani. Para perawinya adalah para perawi yang tsiqoh. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud dan al Hakim dengan tambahan ‘orang yang memerintahkan untuk memproduksi khamr’)
Akhirnya, saya membulatkan tekad untuk menolak pekerjaan tersebut. Terbayang bagaimana jadinya keluarga saya jika nafkah yang saya berikan berasal dari sesuatu yang dilaknat Allah.
“Ya Allah, cukupkanlah kami dari yang halal. Jauhkan kami dari yang haram.”
Semoga cerita ini dapat memberikan inspirasi dan kekuatan bagi kita semua dalam menghadapi pilihan-pilihan sulit dalam hidup.