
Sabtu minggu lalu, Kidzania Jakarta kembali menjadi panggung petualangan bagi Azka. Berbeda dengan tiga tahun yang lalu ketika ia bertualang sendiri di Kidzania Jakarta.
Kali ini, bukan sendirian, tapi bersama dua sepupunya, serta teman-teman dari Calistung Pelangi dan Rainbow Kids. Suasana Kidzania terasa berbeda, lebih ramai, lebih berwarna.
Di antara lorong-lorong Kidzania, RTV TV Station mencuri pandang mereka.
Setelah api dipadamkan ketika mereka menjadi Pemadam Kebakaran , mie diracik, lintasan balap ditaklukkan, dan rahasia Yakult diurai ketika menjadi peneliti, kini tiba saatnya mereka menatap cermin yang berbeda.
RTV, singkatan dari Rajawali Televisi, telah menjadi bagian dari kota mini ini sejak 2018, seperti sebuah panggung baru yang menanti kisah mereka. Mungkin, di sana, mereka akan menemukan bintang yang selama ini redup, atau mungkin, hanya sekadar belajar bagaimana cahaya lampu sorot bisa menyilaukan mata dan hati.”
Baca Juga : Naik Kereta Gantung TMII Kala Pandemi
RTV TV Station Kidzania Jakarta
Kami melangkah menuju establishment itu, seperti mengikuti bisikan angin yang membawa kabar tentang teman-teman dari Calistung Pelangi. Kabar yang entah akan membawa kami ke mana, seperti halnya hidup yang penuh kejutan.
Ketika kami tiba, tirai pertunjukan sedang dibuka, beberapa bintang kecil sedang bersinar di dalamnya. Di luar, anak-anak Calistung dan ibu-ibu mereka menunggu, dengan mata berbinar dan hati yang penuh harap. Mungkin, mereka ingin merasakan sejenak menjadi bintang, menari di bawah sorot lampu, melupakan sejenak beban dunia.
Di sana, di RTV Kidzania Jakarta, ada dua panggung yang ditawarkan. Dubi Dubi Dam, tempat lagu anak-anak Indonesia mengalun, mengajak semua yang hadir untuk bernyanyi dan menari. Fun Time, tempat imajinasi bebas berkreasi, tempat cerita-cerita kecil lahir dari tangan-tangan mungil. Seperti halnya hidup, selalu ada pilihan panggung untuk kita berdiri, selalu ada cara untuk kita bersinar.
Karena sudah menjelang tutup, program yang diikuti Azka dan Faiz adalah Dubi Dubi Dam. Aku sih cuma jadi penonton dan kameramen untuk Vlog kami di Azka Family Vlog.
Latihan Dulu Sebelum Shooting
Sebelum lampu-lampu sorot menyala, sebelum tirai imajinasi dibuka, mereka diajak untuk menari bersama, mengikuti alunan lagu ‘Aku Seorang Kapitan’. Gerak demi gerak dirancang oleh tangan-tangan yang ahli, dan anak-anak itu, dengan polosnya, mencoba mengikuti. Tiga titik berdiri, tiga sudut pandang, tiga kamera yang siap merekam setiap senyum, setiap salah langkah, setiap keajaiban yang terjadi.
Dua kali mereka mengulang, dua kali mereka mencoba menyatukan hati dengan irama. Seperti halnya hidup, kadang kita perlu mengulang, perlu mencoba lagi, agar setiap momen yang tercipta bisa menjadi kenangan yang indah
Di studio mini itu, Azka belajar tentang proses rekaman, tentang bagaimana sebuah pertunjukan dirangkai dengan latihan, agar setiap gerakan dan suara mengalir sempurna, rapi, dan minim celah. Seperti halnya hidup, kadang kita perlu mengulang dan memperbaiki, agar setiap langkah yang diambil tak menyisakan penyesalan.
Satu lagi pelajaran yang dipetik Azka hari itu adalah tentang percaya diri. Meski panggungnya kecil, dan lampunya tak seterang studio televisi sungguhan, ia belajar bahwa keberanian tak mengenal ukuran.
Bahwa bintang bisa bersinar di mana saja, bahkan di antara replika kota. Tiga puluh lima menit berlalu, dan tiga puluh kidzos menjadi upah dari keberanian itu. Bukan jumlahnya yang penting, tapi tentang bagaimana ia belajar untuk percaya pada diri sendiri, di antara mimpi-mimpi yang bertebaran di Kidzania.
Kidzosnya sekarang disimpan di kartu ATM dan dapat dipergunakan lagi kapan pun ketika bermain lagi ke Kidzania jakarta.




Ramai Dengan Remaja
Sabtu itu, Kidzania bertransformasi menjadi Teenzania, sebuah panggung yang berbeda dari bayangan. Aku kira, di tengah sisa-sisa pandemi, Kidzania akan sepi, seperti kota mati yang ditinggalkan mimpi-mimpi. Tapi ternyata, aku salah. Seperti halnya hidup, kadang ekspektasi tak sejalan dengan kenyataan.
Weekend itu, promo Teenzania membuka gerbang bagi remaja dan orang tua. Wahana yang biasanya menjadi milik anak-anak, kini diramaikan oleh tawa dan canda yang lebih dewasa. Antrean pun mengular, didominasi wajah-wajah remaja, seperti mimpi-mimpi yang sedang mencari wadah. Anak-anak kecil, seperti bintang-bintang yang meredup, tak banyak terlihat.
Azka dan Faiz pun larut dalam keramaian, bermain bersama para remaja, mencari teman baru di antara replika kota. Bahkan di Yakult Science Laboratorium, mereka menemukan seorang mahasiswa semester 6, yang mungkin sedang mencari pelarian dari rumus-rumus kuliah. Di sana, di antara botol-botol Yakult, mereka berbagi tawa dan pengetahuan, seperti halnya hidup, kadang kita menemukan kebahagiaan di tempat yang tak terduga.